PURA SAKTI PEJARAKAN : Sebuah
tempat spiritual
Buleleng adalah sebuah kabupaten
yang terletak di Bali Bagian Utara. Kabupaten ini terkenal dengan alamnya yang
disebut “nyegara-gunung”. Hal ini dikarenakan bentangan alamnya yang terletak
antara pegunungan dan pantai. Pesona alam di Kabupaten yang beribukota
Singaraja ini sangat terkenal di seluruh nusantara bahkan mancanegara. Selain
alam yang indah, Buleleng merupakan salah satu destinasi wisata spiritual.
Dimana terdapat ratusan pura di sepanjang wilayah kabupaten ini. Pura-pura
tuanya sangat terkenal dengan “energy” spiritualnya yang luar biasa. Tidak
kalah juga beberapa Pura yang baru ditemukan beberapa waktu belakangan ini.
Semua merupakan pesona spiritual yang sangat menggoda untuk dikunjungi maupun
“dirasakan” kedahsyatannya.
Pura
Sakti, adalah salah satunya. Pura ini terletak dijalan raya menuju Gilimanuk
dari Singaraja. Di sebuah desa bernama Pejarakan kecamatan Gerokgak. Jika
melintas dari Kota Singaraja maka kita harus menuju arah barat sekitar 90-an
kilometer.
Letaknya yang strategis membuat Pura ini gampang dijangkau.
Plank namanya tertera jelas di pinggir jalan. Jika anda ingin bersembahyang ke
Pura ini, memang ada baiknya 1 paket persembahyangan dengan jalur Pura Pulaki
dan sekitarnya, setelah itu baru menuju Pura Sakti. Namun jika ingin focus ke
Pura sakti ini, maka rute yang biasa di tempuh dari Kota Singara melewati
Lovina, lalu di jalan raya Labuhan Haji, mampirlah di Pura Labuhan Haji untuk
memohon keselamatan perjalanan. Rute selanjutnya melewati Kec,Banjar, lalu Kecamatan
Seririt, dan masuk ke wilayah kecamatan Gerokgak. Walaupun Pura Sakti terletak
di kecamatan Gerokgak, namun posisi desa pejarakan masih jauh di ujung barat.
Dari arah gerokgak menuju Pejarakan, jangan lupa mampir ke Pura Pulaki sejenak,
dan simpang pula di Pura Tirta Sunia yang terletak di tebing sebelah kiri
jalan. Runtutan tiga pura ini (untuk simpang), bukan urutan biasa, namun
mungkin ada hubungannya secara niskala. Jadi dapat dikatakan kita simpang dulu
di Pura Labuhan haji, Pura Pulaki, Pura Tirta Sunia, baru menuju Pura Sakti.
Pura
Sakti Pejarakan ditemukan sekitar tahun 2009 oleh seorang Pendeta Hindu dari
Jawa, Dalam sebuah meditasinya, beliau melihat cahaya terang muncul dari Pulau
Dewata (Bali) menuju langit. Mendapat petunjuk seperti itu, beliau lalu
melakukan perjalan ke Bali. Semula Sulinggih ini mencari ke Denpasar dan Bali
Selatan, namun tidak ketemu. Beberapa Sulinggih dan teman beliau dari Denpasar
akhirnya menemani dan mencari petunjuk itu menuju Bali Utara. Sampai di
Singaraja, Cahaya itu belum juga ditemukan,dan petunjuk mengarah ke Barat
(buleleng Barat). Hingga sampai di suatu kawasan di persimpangan menuju pulau
Menjangan, tepatnya di Gerbang Taman Nasional Bali Barat, Cahaya itu semakin
terang dan terlihat berasal dari sekitar sebuah pohon besar, yang di bawahnya
terdapat mata Air. Tempat ini sering digunakan untuk menggembalakan sapi dan
ternak, serta memberi mereka minum di tempat itu oleh penduduk sekitar. Setelah
hening di lokasi tersebut, para “pemburu” cahaya merasakan itulah lokasi yang
mereka cari, Agar tidak menimbulkan pandangan yang salah dan agar tempat itu
terawat, maka mereka mengumpulkan para pemuka dan tokoh
masyarakat sekitar desa tersebut. Sejak itulah Pura Sakti mulai di bangun
bertahap secara sederhana. Bahkan tahun 2014 telah disiapkan dana bantuan untuk
pembangunan beberapa sisi pura oleh Pemkab setempat. (berdasarkan cerita para
pemangku di Pura tersebut).
Tempatnya
yang asri dan penuh pepohonan membuat Pura sakti sangat sejuk. Ada
beberapa pura di Buleleng yang memiliki nama sama, yaitu Pura Sakti. Salah
satunya di Kecamatan Sawan. Namun Pura Sakti di Pejarakan ini terlihat cukup
cepat popular. Banyak kalangan hadir untuk bersembahyang ditempat ini. Bukan
hanya dari Buleleng, tetapi dari seluruh pelosok pulau Bali, bahkan dari Jawa
dan Lombok. Salah satu kelebihan pura ini, mungkin karena “magic” atau
keajaiban penyembuhan yang diperoleh ketika para pemedek memohon.
Urutan Persembahyangan
Saat tiba di Pura sakti, umat yang ingin bersembahyang
diarahkan untuk piuning di pelataran di depan Pura Utama, setelah itu ke
Pelinggih Ratu Taman / Dewa Ayu di bawah sebuah pohon besar, selanjutnya ke
posisi 3 sembahyang di pelinggih Dewa Wisnu dan Dewi Kwan Im, setelah itu
bersembahyang di posisi nomor 4, berstananya Dewa Brahma/ Betara Lingsir.
Setelah selesai di keempat tempat tersebut (yang jaraknya berdekatan), umat
akan di lukat dengan air kelungah yang dicampur dengan air dari mata air di
bawah pohon pada posisi nomor 2 tadi. Jadi, umat yang tangkil sebaiknya
mempersiapkan baju ganti agar tidak kedinginan. Nah, setelah melukat, baru di
perbolehkan masuk ke Pelataran utama, di pelataran ini terdapat pelinggih Ida
Betara Sakti, dan sebuh Padmasana. Persembahyangan biasanya di pimpin oleh pemangku
setempat secara bergiliran.
Jumlah
pemangku di Pura ini cukup banyak ada sekitar 9-12 orang. Setiap hari ada shift
untuk mereka. Dibantu juga oleh penduduk local yang “ngaturang ayah’’ alias
membantu dengan sukarela di tempat tersebut. Setiap hari selalu ada pemangku
yang standby.
Pada
hari-hari besar Hindu, pura ini sangat ramai dikunjungi umat yang
bersembahyang, menurut penuturan pemangku setempat, seringkali datang rombongan
bersembahyang pada tengah malam. Mereka adalah para pencari “Cahaya Tuhan” yang
berlatih spiritual untuk kelompok maupun pribadinya masing-masing.
Baru-baru
ini ditemukan juga sebuah sumber mata air yang letaknya di sisi kali kecil
dilokasi pura tersebut, yang memiliki kekuatan yang dapat menyembuhkan penyakit
secara seketika. Ini merupakan mukjizat dari Tuhan. Di tempat yang sederhana
seperti pura sakti ini, sesuatu hal yang luar biasa sering terjadi. Tentunya
bagi mereka yang percaya, bahwa Tuhan itu Maha segalanya…. (ditulis berdasarkan
hasil pengamatan dan cerita pemangku setempat).
Sumber:
bukan seperti itu sejatinya asal mula pura tersebut
BalasHapus